Spinner Icon

Dana Pihak Ketiga 2016: SUMBANGAN BERASAL DARI DANA PIHAK KETIGA RUPIAH

Author Image
Makro Update · 21 Maret 2017

Dana Pihak Ketiga 2016

SUMBANGAN BERASAL DARI DANA PIHAK KETIGA RUPIAH

Melambatnya pertumbuhan DPK Valas terkait peraturan Bank Indonesia mengenai kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi dalam negeri. Sementara DPK Rupiah justru mengalami kenaikan pertumbuhan sejak awal tahun 2016. Report ini akan melihat perkembangan DPK Rupiah di 33 provinsi di Indonesia sepanjang tahun 2016 untuk menjadi perbandingan kinerja penyaluran DPK kantor cabang di masing-masing provinsi.

 

DPK RUPIAH TERDORONG PEMBATASAN TRANSAKSI VALAS ANTAR PENDUDUK

Pergerakan rupiah acap kali dipengaruhi oleh tingkah laku penduduk Indonesia yang melakukan transaksi bisnis di dalam negeri tetapi menggunakan valuta asing (valas), terutama US dollar. Tidak hanya transaksi yang melibatkan pengusaha besar, transaksi ritel sering kali menggunakan US dollar. Alasan klasik yang dipakai adalah karena nilai rupiah yang tidak stabil, padahal tindakan mereka itulah yang salah satunya membuat ketidakstabilan rupiah. Melihat kondisi yang tidak sehat ini maka Bank Indonesia (BI) mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan valas untuk transaksi di dalam negeri sejak bulan Maret 2015.

Dari grafik 1 tampak bahwa transaksi valas antar penduduk mencapai level tertinggi sekitar US8,64 miliar di bulan Desember 2014. Namun jumlahnya terus turun sejak BI mewajibkan penggunaan rupiah untuk transaksi di dalam negeri per Maret 2015. Pada Juli 2016, transaksi valas turun drastis dari US$4,98 miliar di Juli 2015 menjadi hanya US$1,85 miliar. Level ini jauh di bawah rata-rata bulanan transaksi valas antar penduduk periode Maret 2014-Februari 2015 yang mencapai US$6,62 miliar.

 

Grafik 1. Transaksi Valas antar Penduduk, Juli 2014-Juli 2016


Sumber: Bank Indonesia (BI)

Kebijakan BI pada akhirnya berpengaruh pada jumlah simpanan masyarakat di sistem perbankan dimana sejak September 2015 pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) valas mulai mengalami penurunan. Bahkan sejak Maret 2016 atau 1 tahun setelah pelaksanaan PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah, DPK valas mengalami perlambatan atau pertumbuhan yang negatif. Perlambatan DPK valas ini menarik turun pertumbuhan total DPK meskipun pada saat yang bersamaan DPK rupiah terus mengalami kenaikan pertumbuhan (grafik 2).

Grafik 2. Pertumbuhan Giro, Tabungan, dan Deposito 2010-2016


Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

DPK rupiah sempat mengalami penurunan pertumbuhan terkait pembayaran tebusan program Pengampunan Pajak periode pertama yang berakhir di bulan September 2016. Namun setelah itu DPK rupiah dan valas mengalami rebound dan kembali menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Sampai Desember 2016, total DPK tumbuh 9,6% yoy karena DPK rupiah tumbuh sebesar 11,6% yoy sementara DPK valas masih terkontraksi 0,3% yoy.

Pada grafik 3 terlihat pertumbuhan DPK per provinsi pada tahun 2016 beserta ranking pertumbuhannya, dimana pertumbuhan DPK tertinggi terjadi di provinsi Banten sebesar 19,4% yoy  sementara pertumbuhan terendah terjadi di provinsi Maluku yaitu sebesar -3,9%.

 

Grafik 3. Pertumbuhan DPK per provinsi 2016

 


 

Sumber: OJK

Untuk dapat menggambarkan kondisi DPK di 33 provinsi di Indonesia, maka pembahasan akan dibagi berdasarkan 6 kawasan, yaitu kawasan Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku dan Papua. Kontribusi atau sumbangan akan dilihat antara kontribusi kawasan dengan nasional, antara provinsi dengan kawasan, dan antara jenis produk di tiap provinsinya. Kemudian akan dibahas pertumbuhan tahunan dari masing-masing jenis DPK per provinsi untuk melihat kinerjanya sepanjang tahun 2016.

 

DANA PIHAK KETIGA PER KAWASAN

Pembahasan DPK akan difokuskan pada DPK rupiah, yang diperinci menjadi Giro, Tabungan dan Deposito, untuk dapat lebih mewakili kondisi DPK bank BTN. Grafik 3 menunjukkan perkembangan posisi DPK rupiah dari sistem perbankan sampai dengan akhir 2016 yang mencapai Rp4.837 triliun. Tampak bahwa sebagian besar dana masyarakat (55%) tersimpan dalam bentuk dana murah (giro dan tabungan atau CASA). Rasio ini relatif stabil sejak tahun 2011 kecuali tahun 2014-2015 dimana rasio deposito rupiah menyentuh 48% ketika dana masyarakat mengalami penurunan pertumbuhan sehingga persaingan suku bunga tidak terelakkan.

 

Grafik 3. Posisi Giro, Tabungan, dan Deposito Rupiah 2011-2016


Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Tapi tampaknya dana masyarakat belum tersebar merata karena berdasakan tabel 1 tampak bahwa 75% dari DPK terpusat di pulau Jawa, 12% di pulau Sumatera dan 13% sisanya tersebar di 4 kawasan lainnya. Bahkan sumbangan giro di pulau jawa mencapai 81% yang tidak terlepas dari kegiatan bisnis yang memang masih terpusat di pulau Jawa.

 

Tabel 1. Kontribusi DPK Rupiahberdasarkan kawasan

 


Sumber: OJK

 

Sementara untuk tabungan sedikit lebih tersebar karena kontribusi pulau Jawa hanya 64%, Sumatera 17% dan keempat kawasan lainnya mempunyai sumbangan lebih tinggi yaitu 19%. Penyebaran tabungan seharusnya akan dapat lebih merata seiring dengan digalakkannya program laku pandai yang dapat menjangkau masyarakat di pelosok tanah air.

Namun, jika dilihat dari penyebaran dana murah (CASA) dan dana mahal (deposito) ternyata porsi seimbang hanya terdapat di pulau Jawa (51%:49%) sementara di 5 kawasan lainnya lebih banyak dalam bentuk CASA dimana Sumatera mencapai 64%, Kalimantan dan Sulawesi mencapai 70%, Bali dan Nusa Tenggara sebesar 75% dan bahkan mencapai 77% untuk kawasan Maluku dan Papua.

 

JAWA

Posisi DKI Jakarta sebagai pusat bisnis di pulau Jawa terlihat dari tabel 2 dimana 62% dari DPK pulau Jawa disumbang oleh provinsi ini, diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Barat. Hal ini diperkuat dengan sumbangan giro di DKI Jakarta yang mencapai 71% yang memang dipakai untuk transaksi bisnis. Sementara untuk dana mahal (deposito), 71% kontribusi juga berasal dari DKI Jakarta. Agaknya untuk tabungan lebih tersebar merata dimana kontribusi DKI Jakarta hanya 39%, diikuti oleh Jawa Timur (21%), Jawa Barat (18%) dan Jawa Tengah (13%).

 

Tabel 2. Kontribusi DPK Rupiah di Jawa

 


Sumber: OJK

Tetapi yang menarik, jika dibedah lagi untuk masing-masing provinsi di pulau Jawa, ternyata 57% dana masyarakat yang berada di DKI Jakarta itu berupa deposito, sementara giro hanya 25%, dan sisanya sebesar 18% dalam bentuk tabungan. Ini terjadi karena nasabah (masyarakat maupun institusi) di DKI Jakarta lebih mempunyai posisi tawar untuk mendapatkan bunga yang lebih tinggi mengingat kedekatan mereka dengan kantor pusat mayoritas bank di Indonesia. Sedangkan di 5 provinsi lainnya, porsi tabungan menduduki posisi tertinggi yang bahkan untuk DI Yogyakarta dan Jawa Tengah porsi tabungan ini lebih dari separuh DPK.

 

Tabel 3. Pertumbuhan tahunan DPK Rupiah di Jawa

 


Sumber: OJK

Kinerja dari masing-masing jenis DPK dapat dilihat dari pertumbuhan tahunannya, yang acap kali tidak selalu seiring dengan besarnya sumbangan. Hal ini dapat dilihat pada tabel3 di atas di mana DKI Jakarta hanya mempunyai pertumbuhan yang tertinggi pada giro (37% yoy) dan diikuti oleh Banten yang tumbuh sebesar 35% yoy. Sementara untuk tabungan dan deposito, pertumbuhan tertinggi terjadi di provinsi Banten yang diikuti oleh Jawa Tengah. Provinsi DI Yogyakarta yang mempunyai kontribusi DPK terendah di pulau Jawa ternyata mampu mencetak pertumbuhan terbesar ketiga untuk tabungan dan keempat untuk giro di pulau Jawa.


SUMATERA

Sumatera Utara menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk kawasan Sumatera karena sepertiga sumbangan DPK berasal dari provinsi ini, yang diikuti oleh provinsi Riau dan Sumatera Selatan. Untuk giro, posisi Sumatera Utara didampingi oleh daerah penghasil barang tambang dan komoditi seperti Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan dan Aceh. Hal tersebut tentu saja terkait dengan kegiatan bisnis perusahaan-perusahaan yang terdapat pada provinsi-provinsi tersebut.

Untuk tabungan, Sumatera Utara menyumbang sebesar 31,5% yang diikuti oleh Riau, Sumatera Selatan dan Lampung. Sementara untuk deposito, porsi Sumatera Utara hampir mencapai separuh (45%) dan diikuti oleh Sumatera Selatan (12,7%) dan Riau (12,2%).

 

Tabel 4. Kontribusi DPK Rupiah di Sumatera

 


Sumber: OJK

Namun jika dilihat dari sumbangan masing-masing jenis DPK di tiap provinsi, ternyata hampir di semua provinsi sumbangan dari tabungan lebih dari separuhnya. Hanya di Sumatera Utara dan Kepulauan Riau yang mempunyai sumbangan tabungan di bawah 50%.

Untuk Sumatera Utara sendiri, sumbangan deposito lebih besar daripada tabungan yaitu 43,7% vs 41,8%. Kembali ini menunjukkan bahwa nasabah di Sumatera Utara mempunyai daya tawar yang tinggi untuk meminta bunga yang tinggi. Dilihat dari sepuluh provinsi di Sumatera, kontribusi giro di Kepulauan Riau merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 22,6%, disusul oleh Aceh dan Bengkulu.

 

Tabel 5. Pertumbuhan tahunan DPK Rupiah di Sumatera

 


Sumber: OJK

Berdasarkan pertumbuhan tahunannya di 2016, pertumbuhan tahunan total DPK terjadi di provinsi Bangka Belitung (12,5% yoy) yang terutama berasal dari pertumbuhan giro sebesar 26,6% yoy. Hal ini sedikit banyak menunjukkan makin bergairahnya kegiatan bisnis di provinsi ini. Produk giro di Aceh mengalami kontraksi sebesar 9,5% yoy yang mau tidak mau terkait dengan masih belum membaiknya kinerja sektor migas di provinsi tersebut.

Pertumbuhan tabungan tertinggi terjadi di Lampung (12,9% yoy), yang diikuti oleh Riau (11,0% yoy) dan Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang masing-masing tumbuh 10,8% yoy. Sementara pertumbuhan deposito tertinggi terjadi di Bengkulu (14,9% yoy) dan diikuti oleh Bangka Belitung (14,4% yoy) dan Jambi (13,6% yoy). Terlihat pada tabel 5, jika ingin mengejar pertumbuhan maka sebaiknya difokuskan pada kota-kota yang relatif lebih kecil.

 

KALIMANTAN

Sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi pulau Kalimantan, porsi Kalimantan Timur untuk simpanan masyarakat memang belum ada yang mengalahkan. LEbih dari 40% total DPK Kalimantan disumbang oleh Kalimantan Timur yang terutama berasal dari giro dan deposito. Posisi ini selanjutnya diikuti oleh Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, hanya saja untuk giro porsi Kalimantan Selatan lebih tinggi dari Kalimantan Barat yang menunjukkan lebih maraknya kegiatan bisnis di Kalimantan Selatan.

Porsi lebih merata terjadi di tabungan dimana porsi Kalimantan Timur hanya 39% yang diikuti oleh Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah sebesar masing-masing 26,1%, 13,6%, dan 11,6%.

 

Tabel 6. Kontribusi DPK Rupiah di Kalimantan

 


Sumber: OJK

Porsi tabungan di ke empat provinsi di Kalimantan lebih dari 50% dengan porsi terbesar ada di Kalimantan Tengah yang mencapai 57%, diikuti Kalimantan Sleatan dan Kalimantan Barat. Deposito menduduki posisi kedua dalam menyumbang DPK di masing-masing provinsi dengan porsi terebsar di Kalimantan Barat sebesar 32,5%. Sementara porsi giro di keempat provinsi ini hanya mencapai seperlimanya saja dengan porsi terkecil di Kalimantan Barat yang hanya 11,1%.

 

Tabel 7. Pertumbuhan tahunan DPK Rupiah di Kalimantan

 


Sumber: OJK

Kinerja pertumbuhan simpanan masyarakat justru tertinggi di provinsi yang mempunyai sumbangan paling kecil yaitu Kalimantan Tengah. Deposito mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 15,8% yoy, yang disusul oleh giro (12,8% yoy) dan tabungan (10,7% yoy).

Sementara pertumbuhan simpanan masyarakat di Kalimantan Timur tercatat yang terendah yang terkait dengan kondisi perekonomian provinsi ini yang masih terkontraksi di tahun 2016 (pertumbuhan PDRB Kalimantan Timur tercatat -0,38% yoy di 2016) karena sangat tergantung pada batubara. Tabungan dan Deposito di Kalimantan Timur hanya tumbuh antara 1,6%-1,7% yoy, bahkan untuk giro justru mengalami perlambatan 1,0% yoy.

 

SULAWESI

Seiring dengan sumbangan provinsi Sulawesi Selatan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sulawesi, maka porsi terbesar simpanan masyarakat berasal dari provinsi ini, yang masing-masing di atas 50% (tabel 8). Sumbangan berikutnya berasal dari Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah yang masing-masing dengan porsi di atas 10%. Dan sebagai provinsi yang relatif baru, porsi dana masyarakat di Gorontalo dan Sulawesi Barat masih di bawah 4%.

 

Tabel 8. Kontribusi DPK Rupiah di Sulawesi

 


Sumber: OJK

Tabungan menjadi produk utama bagi masyarakat di Sulawesi dalam menyimpan dananya dengan porsi lebih dari 50%, dan bahkan mencapai 77% untuk provinsi Sulawesi Barat. Sementara dana masyarakat dalam bentuk deposito mencapai lebih 25% di lima provinsi di Sulawesi kecuali Sulawesi Barat yang baru mencapai 10,2%.

Yang menarik ternyata sumbangan giro terbesar untuk tiap provinsi tercatat di Sulawesi Tenggara yang mencapai 16,4% dan disusul oleh Sulawesi Utara (15,5%) dan Sulawesi Tengah (13,5%). Tampaknya perkembangan industri nikel dan feronikel di Sulawesi Tenggara mendorong transaksi bisnis di provinsi ini.

 

Tabel 9. Pertumbuhan tahunan DPK Rupiah di Sulawesi

 


Sumber: OJK

Pertumbuhan total dana masyarakat di Sulawesi tercatat di provinsi Gorontalo sebesar 5,8% yoy yang terutama didorong oleh pertumbuhan deposito sebesar 9,7% yoy. Namun pertumbuhan deposito tertinggi justru tercatat di Sulawesi Barat sebesar 20,5% yoy disusul oleh Sulawesi Selatan sebesar 18,0% yoy. Pertumbuhan tabungan bergerak diantara 4%-6% yoy untuk 5 provinsi, sementara di Sulawesi Tengah tabungan hanya tumbuh sebesar 2,5%.

Yang menarik, ternyata giro mengalami perlambatan di Sulawesi dengan perlambatan terbesar di Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat. Satu-satunya provinsi yang mencatat pertumbuhan transaksi giro adalah Gorontalo sebesar 4,0% yoy. Artinya ketika daya beli masyarakat di kawasan Sulawesi mengalami peningkatan yang sebagian besar terkait industri perikanan dan maritim, mereka memilih menempatkan dananya di deposito yang memberikan bunga lebih tinggi.

 

BALI DAN NUSA TENGGARA

Meskipun provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi yang diuntungkan oleh penguatan US dollar yaitu melalui industri pariwisata dan diijinkannya kembali mengekspor konsentrat mineral, namun ternyata sebagian besar dana masyarakat di kawasan ini terkumpul di provinsi Bali, dengan porsi terbesar pada deposito yang mencapai 72,3%, disusul giro dan tabungan yang masing-masing sebesar 61,2% dan 58,5%.

Sementara dana masyarakat yang disimpan di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur mempunyai sumbangan yang tidak jauh berbeda diantara kedua provinsi tersebut. Porsi tabungan dan giro kedua provinsi tersebut di kisaran 40% sementara untuk deposito kurang dari 30%.

 

Tabel 10. Kontribusi DPK Rupiah di Bali dan Nusa Tenggara

 


Sumber: OJK

Dilihat dari kontribusinya di tiap provinsi, maka tabungan mempunyai porsi yang terbesar dan bahkan lebih dari setengahnya untuk Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, sementara untuk Bali berada sedikit di bawah 50%. Porsi selanjutnya diberikan oleh deposito dimana deposito di Bali mempunyai porsi yang terbesar yaitu 37,3%.

Menarik untuk melihat porsi giro di Nusa Tenggara Timur yang mencapai 17,5% atau terbesar di banding 2 provinsi lainnya. Hal ini terjadi karena perekonomian Nusa Tenggara Timur didorong oleh sektor perdagangan dan konstruksi sehingga porsi giro menjadi lebih penting dibandingkan di Bali dan Nusa Tenggara Barat.

 

Tabel 11. Pertumbuhan tahunan DPK Rupiah di Bali dan Nusa Tenggara

 


Sumber: OJK

Di lihat dari kinerja pertumbuhan dana masyarakat, ternyata pertumbuhan tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Barat (8,8% yoy) yang mempunyai pertumbuhan tertinggi untuk ketiga jenis DPK. Perbaikan daya beli masyarakat akibat diijinkannya kembali ekspor emas dan tembaga dari PT Amman Mineral Nusa Tenggara sejak tahun 2015 mendorong pertumbuhan deposito dan tabungan yang masing-masing mencapai 9,3% yoy dan 7,6% yoy. Sementara kegiatan industri sektor pertambangan mendorong pertumbuhan transaksi giro yang mencapai 12,5% yoy, yang merupakan pertumbuhan tertinggi di kawasan tersebut.

 

MALUKU DAN PAPUA

Untuk kawasan Maluku dan Papua, kegiatan perbankan terpusat di kawasan Papua, terutama provinsi Papua. Total dana masyarakat yang dihimpun perbankan di provinsi Papua mencapai sekitar 56%, disusul oleh Papua Barat (18%). Sementara Maluku dan Maluku Utara hanya mencapai masing-masing 17% dan 9%. Lebih dari 50% dana masyarakat disimpan dalam bentuk tabungan dan deposito di provinsi Papua, sementara 60% produk giro disimpan di provinsi ini.

 

Tabel 12. Kontribusi DPK Rupiah di Maluku dan Papua

 


Sumber: OJK

Mayoritas masyarakat di keempat provinsi di kawasan ini menyimpan dananya dalam bentuk tabungan, bahkan untuk Maluku Utara yang merupakan provinsi termuda di kawasan produk tabungan mencapai 60%. Selanjutnya, antara 20%-30% dana masyarakat disimpan dalam bentuk deposito dengan porsi terbesar tercatat di provinsi Maluku.

Sejalan dengan kegiatan bisnis yang berjalan, terutama terkait sektor pertambangan tembaga dan emas serta LNG, porsi giro mencapai sekitar seperempat dari kegiatan perbankan di provinsi Papua Barat dan Papua. Sementara kegiatan ekonomi di Maluku Utara dan Maluku terpusat pada sektor perikanan dan maritime sehingga porsi giro hanya di kisaran 15% saja.

 

Tabel 13. Pertumbuhan tahunan DPK Rupiah di Maluku dan Papua

 


Sumber: OJK

Geliat perekonomian suatu daerah dapat dilihat pada pertumbuhan produk perbankan yang tercatat pada daerah tersebut. Pertumbuhan total DPK tertinggi tercatat di provinsi Papua karena didorong oleh pertumbuhan di produk tabungan (9,4% yoy) dan deposito (10,5% yoy). Pertumbuhan tabungan di Papua menjadi yang tertinggi di kawasan tersebut, sementara pertumbuhan deposito justru tercatat terjadi di Maluku Utara yang sedikit banyak menunjukkan perbaikan daya beli masyarakat provinsi ini sebagai akibat dari program infrastruktur pemerintah, terutama di sektor maritim.

Namun sayangnya, giro hanya mencatat pertumbuhan yang positif di provinsi Papua Barat, sementara di tiga provinsi lainnya justru mengalami perlambatan, dengan provinsi Maluku yang mencatat perlambatan tertinggi sebesar 25,7% yoy.

 

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Dana masyarakat merupakan darah bagi sistem perbankan, sehingga penting bagi bank untuk dapat menampung dana masyarakat sebanyak mungkin. Apalagi mengingat bahwa rasio deposito perbankan terhadap PDB di Indonesia hanya sekitar 40% dan rasio penduduk dewasa yang menabung di lembaga keuangan formal hanya sekitar 30% dari total populasi, sehingga potensi pertumbuhan dana masyarakat yang dapat ditampung oleh sistem perbankan di Indonesia masih sangat besar.

Namun yang lebih penting adalah bagaimana bank dapat memperoleh dana yang murah, yaitu giro dan tabungan, agar kegiatan bisnis bank dapat berjalan dengan lebih lincah. Tidak ada gunanya suatu bank berhasil menghimpun dana yang banyak jika sebagian besar berasal dari dana yang mahal atau dalam bentuk deposito karena pada akhirnya akan membebani bank itu sendiri.

Kondisi industri perbankan di Indonesia sudah baik karena porsi dana murah dan dana mahal itu 55%:45% (lihat grafik 3), namun selisih yang relatif tipis ini tetap dapat memunculkan potensi resiko di kemudian hari.

Dari report ini ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:

1.       Porsi atau sumbangan jenis DPK di setiap kawasan dibandingkan dengan industri perbankan secara nasional.

2.       Porsi atau sumbangan jenis DPK di setiap provinsi dibandingkan dengan industri perbankan di provinsi tersebut

3.       Kinerja jenis DPK sepanjang tahun 2016 yang dilihat dari pertumbuhan tahunannya.


Memperhatikan porsi atau sumbangan jenis DPK berarti kita melihat atau membandingkan potensi kekuatan jenis DPK tersebut. Sementara melihat pertumbuhan tahunannya berarti kita mencoba melihat potensi perkembangan jenis DPK di masa yang akan datang. Membandingkan kedua jenis model ini dengan kinerja bank BTN akan membuka peluang untuk menemukan daerah-daerah yang potensial untuk perkembangan kinerja bank di masa yang akan datang.


Dengan menggabungkan ketiga poin di atas, bank akan dapat menangkap potensi setiap daerah yang disesuaikan dengan peta kekuatan bank di masing-masing daerah sehingga pada akhirnya biaya yang dikeluarkan akan dapat lebih efisien.


Oleh:

Winang Budoyo
Chief Economist bank BTN

 

Artikel Terkait

Lihat Semua

Artikel Terpopuler

Lihat Semua