Spinner Icon

Inflasi Maret 2017

Author Image
Makro Update · 5 April 2017

INFLASI

 

MASA PANEN UNTUK SEMENTARA WAKTU MENGURANGI TEKANAN INFLASI

 

Inflasi Umum pada bulan Maret 2017 mengalami penurunan atau deflasi sebesar 0,02% mom yang disebabkan oleh turunnya harga-harga di kelompok Bahan Makanan dan kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan. Secara umum, turunnya harga di kelompok Bahan Makanan terkait dengan musim panen di bulan Maret yang mendorong turun harga-harga kebutuhan pokok. Dalam tiga tahun terakhir, puncak musim panen selalu mengalami pergeseran, yaitu bulan Februari untuk tahun 2015, bulan April untuk tahun 2016 dan bulan Maret untuk tahun 2017.

Karena perbedaan waktu musim panen itulah makan Inflasi Umum pada bulan Maret 2017 merupakan inflasi bulan Maret yang terendah selama tiga tahun terakhir, yaitu -0,02% yoy dibandingkan dengan 0,17% mom di Maret 2015 dan 0,19% mom di Maret 2016 (grafik 1). Tampak bahwa pendorong utama Inflasi Umum bulan Maret 2017 adalah Inflasi Volatile (-0,77% mom) yang disebabkan oleh turunnya harga makanan.

Inflasi Administered atau inflasi yang berasal dari kenaikan harga-harga yang ditentukan pemerintah, untuk bulan Maret 2017 mencapai 0,37% mom yang salah satunya disebabkan oleh kenaikan harga BBM non subsidi. Sementara Inflasi Inti, atau inflasi setelah mengeluarkan faktor-faktor yang bersifat volatile dan harga yang ditentukan oleh pemerintah, mencapai 0,1% mom di bulan Maret 2017, yang merupakan level terendah selama tiga tahun terakhir.

 

Grafik 1 Tingkat Inflasi Maret 2015-2017 (% mom)


Sumber: BPS

 

Musim panen membuat harga di kelompok Bahan Makanan turun sebesar 0,66% mom, yang terutama didorong oleh turunnya harga cabai merah, beras, cabai rawit dan harga bahan makanan lainnya (grafik 2). Kelompok lain yang mengalami deflasi adalah kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan sebesar 0,13% mom, yang didorong oleh turunnya tariff pulsa ponsel, dan tarif angkutan udara. Sebenarnya pemerintah menaikkan harga BBM non subsidi, namun dampaknya tidak besar karena kenaikannya hanya sekitar 0,7% dan dilakukan pada minggu terakhir bulan Maret 2017.

Sementara itu, lima kelompok lainnya mengalami kenaikan harga atau inflasi dengan inflasi terbesar terjadi pada kelompok Makanan Jadi akibat naiknya ayam goreng, nasi dengan lauk, rokok kretek, dan rokok kretek filter. Adapun kelompok Perumahan mengalami kenaikan harga sebesar 0,30% mom sebagai akibat lanjutan kenaikan berkala tarif listrik golongan 900VA untuk golongan mampu sejak bulan Januari 2017.

Untuk golongan tarif 900 VA pemerintah membagi dua golongan yaitu golongan mampu dan golongan tidak mampu. Golongan mampu yang berjumlah 18,7 juta pelanggan saat ini sudah tidak menikmati subsidi lagi sehingga akan mengalami kenaikan tarif listrik berkala sepanjang 2017. Sementara golongan tidak mampu yang mencapai 4,1 juta pelanggan masih akan menikmati subsidi listrik.

Kenaikan tarif listrik untuk golongan 900 VA berikutnya direncanakan akan dilakukan pada bulan Mei 2017 sebesar 30%, sehingga pada bulan Juli 2017, tarif golongan ini akan sama dengan tarif golongan 1.300 VA. Naik turunnya tarif listrik akan mengikuti fluktuasi harga minyak atau Indonesian Crude Price (ICP) dan kurs dolar Amerika Serikat (AS).

 

Grafik 2. Inflasi Bulanan Maret 2016 dan 2017 Berdasarkan Kelompok (% mom)


Sumber: BPS

 

Jika dibandingkan dengan indeks pada bulan Maret 2016 atau perhitungan secara ­year-on-year (yoy), Inflasi Umum pada bulan Maret 2017 mencapai 3,61%, turun dari 3,83% yoy di bulan Februari 2017. Inflasi Maret 2017 ini lebih rendah dari bulan yang sama tahun 2016 yang mencapai 4,45% yoy dan bahkan merupakan inflasi tahunan bulan Maret yang terendah sejak tahun 2001 (grafik 3).

 

Grafik 3. Perkembangan Inflasi Bulanan dan Tahunan


Sumber: BPS

 

Meskipun terjadi deflasi di bulan Maret 2017, kami melihat bahwa potensi kenaikan inflasi masih akan terjadi di bulan-bulan mendatang. Meredanya efek musim panen di bulan April dan sudah mulai masuknya bulan Puasa di bulan Mei akan kembali mendorong inflasi. Di tambah lagi dengan rencana pemerintah untuk terus menyesuaikan tarif listrik tentu saja akan memberikan tambahan dorongan bagi potensi kenaikan inflasi. Belum lagi jika terjadi kenaikan harga minyak dunia yang tentunya akan dapat mempengaruhi harga BBM dalam negeri. Kami masih melihat bahwa inflasi pada akhir tahun 2017 akan tetap berada di atas 4%.

Menghadapi hal ini, Bank Indonesia (BI) sebenarnya sudah mengubah stance kebijakan moneternya dari akomodatif menjadi netral. Ini artinya BI melihat bahwa penurunan suku bunga acuan  (BI 7days reverse repo rate) sudah tidak ada, dan bahkan sudah mempersiapkan diri untuk menaikkan suku bunga acuan. Sehingga kami melihat bahwa BI akan menjaga suku bunga acuan tidak berubah pada semester 1 2017 dan berpotensi untuk menaikkannya di semester 2 2017. Karena itulah maka perbankan harus tetap dapat menjaga likuiditas dan kualitas aset untuk dapat menghadapi perubahan yang akan terjadi sepanjang tahun 2017 ini. 



Oleh:

Winang Budoyo
Chief Economist bank BTN

 

Artikel Terkait

Lihat Semua

Artikel Terpopuler

Lihat Semua