Spinner Icon

Kredit Rumah Tangga 2016

Author Image
Admin BTN Properti
Makro Update · 13 Maret 2017

Kredit Rumah Tangga 2016

PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA TERKAIT DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERBAIKAN DAYA BELI MASYARAKAT

Kondisi bank di Indonesia masih kuat, yang ditandai dengan CAR dan NIM yang terus meningkat. Namun pada saat yang bersamaan menghadapi NPL yang terus naik. Akibatnya perbankan masih fokus pada menjaga kualitas aset. Report ini akan melihat perkembangan Kredit Rumah Tangga di 33 provinsi di Indonesia sepanjang tahun 2016 untuk menjadi perbandingan kinerja penyaluran kredit kantor cabang di masing-masing provinsi.

 

SOLID TAPI FOKUS PADA KUALITAS ASET

Kondisi perbankan di Indonesia sampai dengan bulan Desember 2016 masih kuat yang ditunjukkan dengan rasio kecukupan modal (CAR) dan Net Interest Margin (NIM) yang terus meningkat dan mencapai masing-masing 22,9% dan 5,6%. Namun demikian fungsi intermediasinya masih berjalan lambat, yang ditandai dengan pertumbuhan DPK dan pertumbuhan pinjaman yang masih berada pada level single digit di akhir 2016. Grafik 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) hanya mencapai 9,6% yoy di Desember 2016, yang berarti sedikit lebih baik daripada 7,26% yoy di akhir 2015. Sementara dari penyaluran kredit, ternyata pertumbuhannya justru mengalami penurunan yaitu dari 10,44% yoy di akhir 2015 menjadi hanya 7,87% yoy di akhir 2016. Ini terjadi karena bank sedang fokus pada cara menjaga kualitas aset mengingat posisi Non Performing Loan (NPL) industri perbankan terus mengalami kenaikan yaitu dari hanya 2,68% di akhir 2015 menjadi 2,94% di akhir tahun 2016.

 

Grafik 1. Pertumbuhan Kredit dan DPK serta LDR


Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

 

Sepanjang tahun 2016, perbankan nasional menghadapi kondisi yang disebut dengan vicious circle atau lingkaran setan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan kredit. Melemahnya pertumbuhan ekonomi nasional mendorong perlambatan penyaluran kredit yang disebabkan oleh turunnya demand (permintaan) dan supply (penawaran) dari kredit itu sendiri.

Melihat kondisi ekonomi yang masih lemah dan belum mendapatkan kepastian kapan akan membaik mendorong pengusaha untuk menunda ekspansi usaha yang berujung pada berkurangnya permintaan mereka atas kredit perbankan. Di sisi lain, karena menghadapi NPL yang terus meningkat maka perbankan sendiri menaikkan atau memperketat standar pemberian kredit yang berakibat pada turunnya pemberian kredit. Hal inilah yang mendorong terjadinya vicious circle tadi dimana pertumbuhan kredit mencapai level terendah 6,47% di bulan September 2016 (pertumbuhan kredit terendah selama sepuluh tahun terakhir terjadi pada bulan November 2009 sebesar 5,45% yoy ketika terjadi krisis sub-prime mortgage).

Untuk mengatasi masalah ini maka cara yang harus dilakukan adalah upaya untuk dapat mendorong kembali permintaan dan penawaran kredit. Karena itulah maka Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan makroprudensial di bulan Agustus 2016 dalam bentuk relaksasi di sektor properti yang berlaku per tanggal 1 September 2016 sebagai kelanjutan dari relaksasi yang sudah dilakukan di bulan Juni 2015. Ketentuan baru mengenai LTV/FTV pada sektor properti diambil karena sektor ini mempunyai efek pengganda/multiplier yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari luasnya industri yang terkait dengan sektor properti (mencakup lebih dari 100 industri) sehingga perbaikan kebijakan di sektor properti akan mempunyai efek pengganda yang besar. Kebijakan ini mampu mendorong kembali pertumbuhan kredit rupiah yang pada akhirnya juga dapat mendorong pertumbuhan total kredit yang mencapai 7,87% yoy di akhir 2016.

Pada grafik 2 terlihat pertumbuhan Total Kredit per provinsi pada tahun 2016 dan juga ranking pertumbuhannya. Nusa Tenggara Barat mencetak pertumbuhan Total Kredit tertinggi sebesar 30,9% yoy yang tidak terlepas dari pesatnya industri pariwisata dan juga kembali diperbolehkannya PT Amman Mineral Nusa Tenggara (sebelumnya bernama PT Newmont Nusa Tenggara) mengekspor konsentrat emas dan tembaga di tahun 2015 yang pada akhirnya dapat mendorong kembali kegiatan ekonomi di provinsi ini. Sementara itu,  Kalimantan Timur hanya membukukan pertumbuhan kredit sebesar 0,86% yoy di tahun 2016 yang terkait dengan belum membaiknya kegiatan industri batu bara sebagai penyumbang utama perekonomian provinsi ini.

 

Grafik 2. Pertumbuhan kredit per provinsi 2016

 


Sumber: OJK


Untuk dapat menggambarkan kondisi Kredit, maka pembahasan akan dibagi berdasarkan 6 kawasan, yaitu kawasan Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, dan Maluku dan Papua. Kontribusi atau sumbangan akan dilihat antara kontribusi kawasan dengan nasional, antara provinsi dengan kawasan, dan antara jenis produk di tiap provinsinya. Kemudian akan dibahas pertumbuhan tahunan dari masing-masing produk per provinsi untuk melihat kinerjanya sepanjang tahun 2016. Selain itu akan ditampilkan juga rasio NPL dari masing-masing produk Kredit untuk melihat kualitas aset untuk tiap provinsi.

 

KREDIT RUMAH TANGGA PER KAWASAN DAN PROVINSI

Pembahasan Kredit akan difokuskan pada Kredit kepada Rumah Tangga dalam rupiah yang meliputi Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Pemilikan Flat/Apartemen (KPA), Kredit Pemilikan Ruko/Rukan (KPRuko), dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). Hal ini dilakukan untuk dapat membandingkan dengan mayoritas jenis kredit yang diberikan oleh bank BTN.

Dari tabel 1 tampak sekitar 90% dari KPA dan KKB terpusat di pulau Jawa, sementara untuk KPR dan KKB terlihat kontribusi yang lebih besar dari kawasan yang lain. Hampir 83% dari KPR di Indonesia dipakai untuk perumahan di pulau Jawa dan Sumatera, yang kemudian diikuti oleh Kalimantan dan Sulawesi. Sementara 77% dari KPRuko juga terpusat di pulau Jawad an Sumatera, namun pertumbuhan yang cukup besar terjadi di pulau Sulawesi sebesar 10,2% dan diikuti oleh pulau Kalimantan.

Jika dilihat dari produk, maka KPR menduduki penyumbang utama untuk setiap kawasan, di mana sumbangannya mencapai sekitar 80% untuk hampir semua kawasan di Indonesia, kecuali Jawa yang hanya sekitar 65%. KKB memberikan sumbangan terbesar kedua untuk Jawa dan Sulawesi, sementara di 4 kawasan lainnya justru KPRuko mempunyai sumbagnan terbesar kedua. Hal ini terjadi mengingat mulai maraknya kegiatan bisnis di 4 kawasan tersebut (Sumatera, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, dan Maluku dan Papua), yang salah satunya dipicu oleh upaya pemerintah untuk menyebarkan infrastruktur ke kawasan di luar Jawa

 

Tabel 1. Kontribusi Kredit Rumah Tangga berdasarkan kawasan

 


Sumber: OJK

 

JAWA

Sebagai Ibukota negara, tidak dipungkiri DKI Jakarta mempunyai sumbangan yang terbesar terhadap Kredit Rumah Tangga mengingat mayoritas kegiatan bisnis terpusat di provinsi ini. Sumbangannya untuk KPA, KPRuko dan KKB berada di atas 50% sementara untuk KPR hanya 37,8% karena berbagi kue dengan Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan perumahan sangat marak di ke empat provinsi tersebut, terutama di kota Bandung, Surabaya dan Tangerang, selain kota Jakarta itu sendiri tentunya.

 

 

 

Tabel 2. Kontribusi Kredit Rumah Tangga di Jawa

 


Sumber: OJK

Dari enam provinsi di Jawa, sumbangan KPR mencapai lebih dari 70% di lima provinsi kecuali DKI Jakarta. Sumbangan KPR di DKI Jakarta hanya mencapai 47,3% karena diimbangi oleh sumbangan KKB yang mencapai 44,4%. Sumbangan KKB yang besar lainnya terdapat di Banten dan Jawa Tengah sebesar masing-masing 25,5% dan 12,4%.

Sumbangan KPRuko relatif merata antara 2%-6% dengan sumbangan terbesar dari Jawa Timur dan DI Yogyakarta yang terkait dengan maraknya kegiatan bisnis di kedua provinsi tersebut. Sementara untuk KPA, sumbangan terbesar berasal dari DKI Jakarta dan Jawa Timur yang terkait dengan maraknya pembangunan apartemen di kota Jakarta dan Surabaya.

 

Tabel 3. Pertumbuhan tahunan dan NPL Kredit Rumah Tangga di Jawa

 


Sumber: OJK

Kinerja dari masing-masing jenis Kredit Rumah Tangga dapat dilihat dari pertumbuhan tahunannya dan juga rasio NPLnya. Kombinasi antara keduanya harus diperhatikan secara seksama agar kualitas aset tetap terjaga.

Kadangkala sumbangan yang besar belum tentu menunjukkan kinerja yang terbaik, seperti yang ditunjukkan pada tabel 3 di atas di mana kinerja Kredit Rumah Tangga di DKI Jakarta bukan yang terbaik di pulau Jawa. Pertumbuhan tahunan KPR dan KPRuko di DKI Jakarta menduduki posisi ketiga, sementara KPA dan KKB justru mengalami kontraksi atau pertumbuhan yang negatif.

Dilihat dari kualitas aset, sebagian besar Kredit Rumah Tangga di Jawa mempunyai rasio NPL yang rendah antara 1%-2%, dengan sedikit anomali seperti yang terjadi pada KPA di Jawa Barat dimana memiliki rasio NPL 4,3% meskipun mempunyai pertumbuhan KPA yang tertinggi di Jawa. Cerita yang berbeda terjadi pada KPRuko di mana pada satu sisi mempunyai pertumbuhan yang tinggi namun ternyata di sisi lain menyimpan bom waktu dalam bentuk rasio NPL yang besar. Rasio NPL terbesar terjadi di DI Yogyakarta meskipun mempunyai pertumbuhan yang cukup tinggi. Hal yang sama terjadi di Jawa Barat dan Jawa Timur, dimana pertumbuhannya mencapai double digit namun ternyata kualitas asetnya buruk dengan rasio NPL di atas 4%.

 


SUMATERA

Sumatera Utara menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk kawasan Sumatera karena memiliki kontribusi Kredit Rumah Tangga yang terbesar untuk ke empat jenis produknya (tabel 4). Sementara untuk penyumbang selanjutnya bervariasi dimana untuk produk KPR di Riau, KPA di Aceh dan Sumatera Selatan mempunyai kontribusi terbesar kedua untuk KP Ruko dan KKB.

 

Tabel 4. Kontribusi Kredit Rumah Tangga di Sumatera

 


Sumber: OJK

Dilihat dari sumbangan masing-masing produk di tiap provinsi, maka KPR masih menjadi penyumbang terbesar dengan rata-rata di atas 80%. Sementara kontribusi KPR di Sumatera Utara hanya 69% karena tingginya sumbangan KKB (18,2%) dan KPRuko (10,9%). KPRuko menduduki posisi kedua sebagai penyumbang Kredit Rumah Tangga di delapan provinsi di Sumatera, sementara untuk Aceh dan Sumatera Utara, KKB justru menduduki posisi kedua, masing-masing 6,5% dan 18,2%.

KPA di kawasan Sumatera memberikan sumbangan hanya sekitar 1-2% terhadap Kredit Rumah Tangga, namun terjadi anomali di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dimana sumbangan KPA mencapai 3,7%.

 

Tabel 5. Pertumbuhan tahunan dan NPL Kredit Rumah Tangga di Sumatera

 


Sumber: OJK

Produk KPR mempunyai pertumbuhan yang tertinggi di Bangka Belitung yaitu sebesar 31,1% yoy, namun juga mempunyai rasio NPL yang cukup tinggi sebesar 3,8%, meskipun tidak setinggi rasio NPL di Sumatera Utara dan Riau yang masing-masing mencapai 5,2% dan 4,2%. Sementara Lampung mempunyai pertumbuhan KPA tertinggi yaitu 33,4% yoy dengan rasio NPL yang juga tinggi yaitu 5,6%. Rasio NPL KPA tertinggi terjadi di Riau yang terkait dengan masih lemahnya pertumbuhan ekonomi di provinsi tersebut karena sangat tergantung pada harga minyak dan CPO.

Yang menarik adalah pertumbuhan KPRuko dimana hanya ada dua provinsi yang mempunyai pertumbuhan yang positif yaitu Kepulauan Riau dan Sumatera Barat. Meskipun sumbangannya terhadap KPRuko nasional mencapai 21,0% (tabel 1), namun ternyata kinerjanya di tahun 2016 sangat buruk (pertumbuhan tahunan yang negatif dan rasio NPL yang tinggi), dengan rasio NPL terbesar terjadi di Aceh dan Sumatera Barat.

Pertumbuhan KKB dapat dijadikan indikator awal perbaikan daya beli masyarakat dan ini tercermin pada pertumbuhan KKB di Aceh yang tertinggi di kawasan Sumatera (20,2% yoy). Hal ini tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi di provinsi ini yang kembali positif (3,3% yoy) di tahun 2016 setelah mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 0,7% yoy pada tahun sebelumnya. Rasio NPL KKB cukup rendah dengan rasio NPL tertinggi sebesar 2,3% yang terjadi di provinsi Sumatera Selatan.

 

KALIMANTAN

Dilihat dari kontribusi pertumbuhan ekonomi, Kalimantan Timur merupakan provinsi penyumbang terbesar karena 51% ekonomi Kalimantan disumbang oleh provinsi ini. Namun dilihat dari Kredit Rumah Tangga, ternyata sumbangan Kalimantan Timur yang mayoritas hanya pada KKB yang sebesar 75,0%, sementara pada tiga jenis kredit yang lain saling berbagi kue antara Kalimantan Timur dengan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Bahkan untuk KPR, sumbangan terbesar berasal dari Kalimantan Selatan.

Tabel 6. Kontribusi Kredit Rumah Tangga di Kalimantan

 


Sumber: OJK

KPR mempunyai kontribusi yang terbesar untuk Kredit Rumah Tangga di ke empat provinsi di Kalimantan dengan kontribusi di atas 77%. Namun yang menarik, kue untuk KPR tergerus oleh KPRuko di Kalimantan Barat (16,3%) dan KKB di Kalimantan Timur (13,5%). Sementara pembangunan apartemen di Kalimantan tampaknya belum marak mengingat kontribusinya di masing-masing provinsi masih kurang dari 1,0%.

 

Tabel 7. Pertumbuhan tahunan dan NPL Kredit Rumah Tangga di Kalimantan

 


Sumber: OJK

Kinerja Kredit Rumah Tangga di Kalimantan tampaknya terpusat pada KPR, yang mungkin saja ada keterkaitannya dengan program infrastruktur pemerintah yang disebar di luar pulau Jawa. Pertumbuhan KPR tertinggi terjadi di Kalimantan Tengah (20,2%) dan diikuti oleh Kalimantan Barat (14,9%) dengan kualitas aset yang relatif terjaga baik dengan rasio NPL masing-masing sebesar 2,8% dan 2,3%. Rasio NPL KPR terbesar terjadi di Kalimantan Timur yang terkait dengan masih lesunya perkeonomian provinsi tersebut sepanjang tahun 2016 terkontraksi sebesar 0,38% yoy.

Mayoritas KPA dan KKB mengalami kontraksi dengan pertumbuhan positif hanya terjadi di Kalimantan Tengah. Dan pertumbuhan yang negatif tersebut ternyata juga diikuti dengan memburuknya kualitas kredit di mana rasio NPL KPA terbesar terjadi di Kalimantan Selatan dan diikuti oleh Kalimantan Timur.

 

SULAWESI

Dari enam provinsi di Sulawesi, penyumbang utama adalah Sulawesi Selatan dengan sumbangan terhadap ekonomi Sulawesi yang mencapai hampir separuhnya. Karena itu tidak mengherankan jika provinsi ini memberikan sumbangan yang terbesar dari ke empat jenis Kredit Rumah Tangga. Untuk KPR, Sulawesi Selatan berbagi kue dengan Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Sementara untuk KPA berbagi kue dengan Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan untuk KPRuko dan KKB, sumbangan Sulawesi Selatan cukup jauh dengan kelima provinsi lainnya.

 

Tabel 8. Kontribusi Kredit Rumah Tangga di Sulawesi

 


Sumber: OJK

KPR maasih memiliki porsi yang terbesar di keenam provinsi di Sulawesi, dengan porsi terbesar terjadi di Gorontalo (89,2%) dan porsi terkecil di Sulawesi Selatan (73,4%). Porsi KPR di Sulawesi Selatan harus berbagi kue dengan KKB dan KPRuko yang mempunyai sumbangan cukup besar yaitu masing-masing 15,2% dan 10,7%.

Sumbangan KPRuko terbesar terdapat di Sulawesi Tenggara (17,2%) yang diikuti oleh Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat yang masing-masing mencapai 11,5%. Sementara untuk KKB, setelah Sulawesi Selatan maka sumbangan terbesar berikutnya terdapat di Sulawesi Barat dan Gorontalo. Adapun sumbangan KPA masih relatif kecil, yaitu di bawah 2,7%.

 

Tabel 9. Pertumbuhan tahunan dan NPL Kredit Rumah Tangga di Sulawesi

 


Sumber: OJK

Melihat kinerja Kredit Rumah Tangga di Sulawesi sangat menarik karena ada yang mempunyai pertumbuhan tahunan yang sangat tinggi ataupun sangat rendah. Selain itu juga terdapat rasio NPL yang sangat tinggi. KPA di Sulawesi Tengah sangat tinggi yaitu sebesar 84,3% yoy karena masih rendahnya pembangunan apartemen pada tahun sebelumnya, sementara Sulawesi Utara yang menghadapi kontraksi pertumbuhan KPA juga mengalami rasio NPL yang tertinggi (9,5%).

Hal yang sama terjadi di KKB, dimana perbaikan ekonomi Sulawesi Barat di tahun 2016 akibat membaiknya harga kopi dan kelapa sawit ditindaklanjuti oleh masyarakatnya dengan membeli kendaraan bermotor. Tahap awal perbaikan ekonomi di Sulawesi Barat juga ditunjukkan dengan rasio NPL KKB yang rendah (0,8%).

Sementara untuk KPR, pertumbuhan tertinggi terjadi di Sulawesi Tengah (12,4% yoy), diikuti oleh Sulawesi Utara (7,8% yoy) namun dengan kualitas aset yang terburuk dimana rasio NPL KPR di provinsi ini mencapai 5,1%.

 

BALI DAN NUSA TENGGARA

Kawasan Bali dan Nusa Tenggara termasuk kawasan yang diuntungkan oleh penguatan US dollar yaitu melalui industri pariwisata dan diijinkannya kembali mengekspor konsentrat mineral. Namun tidak dipungkiri Bali merupakan pusat pertumbuhan ekonomi untuk kawasan ini, yang ditandai dengan sumbangan yang terbesar untuk Kredit Rumah Tangga, diikuti oleh Nusa Tenggara Barat. Selisih sumbangan KPR, KPRuko dan KKB di Bali dan Nusa Tenggara cukup jauh, namun untuk KPA cukup dekat mengingat kedua provinsi ini cukup giat membangun apartemen yang terutama digunakan untuk kegiatan pariwisata. Sementara Nusa Tenggara Timur cukup tertinggal mengingat pertumbuhan ekonomi di provinsi ini juga yang terendah di kawasan.

 

Tabel 10. Kontribusi Kredit Rumah Tangga di Bali dan Nusa Tenggara

 


Sumber: OJK

Dilihat dari kontribusinya di tiap provinsi, maka KPR di kawasan ini memberikan sumbangan yang terbesar yaitu masing-masing 91,9%, 85,1% dan 84,4% untuk Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. KPRuko memberikan sumbangan terbesar kedua yang diikuti oleh KKB, sementara KPA memberikan sumbangan yang terkecil untuk ketiga provinsi di kawasan tersebut.

 

Tabel 11. Pertumbuhan tahunan dan NPL Kredit Rumah Tangga di Bali dan Nusa Tenggara

 


Sumber: OJK

Ada yang menarik dari KPA di kawasan ini, yaitu pertumbuhan KPA di Nusa Tenggara Timur tinggi sekali (37,9% yoy) namun rasio NPL nya 0,0%. Sepertinya hal ini terjadi karena provinsi ini baru pada tahap awal pembangunan apartemen. Namun di sisi lain, Bali yang merupakan penyumbang KPA terbesar di kawasan ini ternyata mempunyai rasio NPL KPA yang sangat tinggi (23,6%) meskipun masih tumbuh sebesar 3,4% yoy. Melihat kondisi ini, bank harus berhati-hati dan sangat selektif dalam memberikan KPA di provinsi Bali.

Diperbolehkannya kembali ekspor emas dan tembaga dari PT Amman Mineral Nusa Tenggara sejak tahun 2015 mendorong pertumbuhan KPR di Nusa Tenggara Barat menjadi yang tertinggi di kawasan (8,3%). Sementara itu, KKB di Nusa Tenggara Timur mencetak pertumbuhan yang tertinggi di kawasan sehubungan dengan perbaikan ekonomi provinsi ini di tahun 2016 yang didukung oleh sektor perdagangan dan konstruksi.

 

MALUKU DAN PAPUA

Kawasan ini diuntungkan oleh kebijakan pemerintah di sektor perikanan dan maritime (Maluku), serta sektor pertambangan (Papua). Dengan perkembangan daya beli masyarakat yang mulai tumbuh sejak dua tahun terakhir, maka kontribusi Kredit Rumah Tangga cukup merata dan beragam di kawasan ini.

Penyumbang utama KPR adalah Papua dan Papua Barat, untuk KPA terutama disumbang oleh Maluku Utara dan Papua, KPRuko disumbang oleh Papua dan Papua Barat, sedangkan KKB disumbang oleh Papua dan Maluku.

Namun demikian, sumbangan terbesar masih berasal dari Papua yang diikuti oleh Papua Barat karena memang urutan penyumbang pertumbuhan ekonomi di kawasan ini adalah Papua, Papua Barat, diikuti oleh Maluku dan Maluku Utara.

 

Tabel 12. Kontribusi Kredit Rumah Tangga di Maluku dan Papua

 


Sumber: OJK

Kontribusi KPR di keempat provinsi kawasan ini memang masih yang tertinggi yaitu lebih dari 82,9%, namun patut pula diperhatikan sumbangan dari 3 Kredit Rumah Tangga yang lain. Sumbangan KPA di Maluku Utara cukup tinggi dibandingkan 3 provinsi lainnya, yaitu 4,4%, yang terkait dengan semakin digalakkannya sektor pariwisata. KPRuko di Papua dan Papua Barat memberikan sumbangan yang lebih besar daripada dua provinsi di Maluku karena terkait dengan kegiatan bisnis yang lebih tinggi di Papua. Sebaliknya, sumbangan KKB di kawasan Maluku lebih tinggi daripada kawasan Papua seiring dengan mulai bergeraknya ekonomi di kawasan Maluku.

 

Tabel 13. Pertumbuhan tahunan dan NPL Kredit Rumah Tangga di Maluku dan Papua

 


Sumber: OJK

Pertumbuhan KPR di kawasan Papua sangat tinggi yaitu 70,7% yoy di Papua Barat dan 33,2% yoy di Papua yang sangat terkait dengan kondisi perekonomian kawasan ini yang lebih baik dibandingkan kawasan Maluku. Namun demikian, rasio NPL di kawasan Papua harus menjadi perhatian karena lebih tinggi daripada kawasan Maluku.

KPRuko di Maluku Utara tumbuh sangat tinggi (56,7% yoy) sementara rasio NPL nya masih 0,0% yang menunjukkan bahwa pemberian KPRuko di provinsi ini masih berada pada tahap awal. Yang perlu diwaspadai adalah pemberian KPRuko di provinsi Papua karena selain mengalami kontraksi (-8,7% yoy) namun juga mempunyai rasio NPL yang tertinggi (4,8%).

Pertumbuhan KKB tertinggi terjadi di provinsi Maluku (8,0% yoy) dengan rasio NPL yang rendah yaitu hanya 0,9%. Sementara rasio NPL KKB tertinggi terjadi di provinsi Papua meskipun KKB masih sedikit tumbuh yaitu sebesar 0,7% yoy.

Sementara untuk KPA, tampaknya telah terjadi oversupply untuk apartemen sehingga pertumbuhan KPA di keempat provinsi di kawasan ini mengalami kontraksi dengan rasio NPL terburuk terjadi di provinsi Papua (8,9%) dan diikuti oleh provinsi Maluku (1,8%).

 

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Program pemerintah untuk mengembangkan kawasan di luar pulau Jawa, tercermin dari pemerataan pertumbuhan ekonomi dan juga pemerataan pertumbuhan kredit. Dan sejalan dengan perbaikan ekonomi maka daya beli masyarakat akan meningkat yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan Kredit Rumah Tangga.

Dengan memahami pola Kredit Rumah Tangga di masing-masing provinsi maka dapat mengoptimalkan kinerja kantor cabang di masing-masing provinsi. Dan bila dikaitkan dengan report sebelumnya yang berjudul “Produk Domestik Regional Bruto” (13 Februari 2017), maka peluang akan dapat diperoleh jika pemberian Kredit Rumah Tangga (terutama KPR dan KPRuko) disesuaikan dengan potensi daerah, seperti misalnya:

  1. Untuk Sumatera difokuskan pada sentra industri maritim, industri perkebunan, dan industri pertambangan (timah, batubara dan minyak bumi) dan tentu saja di sekitar proyek jalan Trans Sumatra.
  2. Untuk Jawa, selain difokuskan pada sentra industri manufaktur juga pada sentral industri kreatif dan UMKM, termasuk keterkaitannya dengan pengembangan kota besar menjadi smart city. Beberapa jalan tol baru juga akan membuka peluang sektor properti di sekitarnya.
  3. Kawasan Bali dan Nusa Tenggara berpotensi pada pengembangan industri pertanian, peternakan, pariwisata dan juga hilirisasi mineral.
  4. Sementara Kalimantan mempunyai potensi untuk pengembangan industri petrokimia, peningkatan nilai tambah mineral dan hasil hutan, termasuk juga proyek jalan Trans Kalimantan.
  5. Selama ini Sulawesi didorong oleh industri perikanan yang tentunya akan terus dikembangkan seiring dengan pengembangan industri pariwisata, perkebunan dan hilirisasi mineral (nikel). Jangan dilupakan juga potensi yang akan muncul di kawasan sekitar jalan dan jalur kereta api Trans  Sulawesi.
  6. Kawasan Maluku dan Papua akan berpotensi dalam pengembangan industri perikanan, pariwisata, kelapa sawit dan hilirisasi mineral. Dan untuk pertama kalinya sejak Indonesia merdeka, Papua akan memiliki jalan Trans Papua yang tentunya akan membuka daerah-daerah baru yang berpeluang bagi penyaluran KPR dan KPRuko.

Dan mengamati potensi suatu daerah tidak hanya terpaku pada angka-angka yang sudah terjadi karena sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari banyak kegiatan yang dapat dijadikan indikasi awal perbaikan ekonomi suatu daerah. Seperti misalnya jika kita melihat semakin banyaknya kendaraan bermotor baru (biasanya diawali dengan kendaraan roda dua), ini merupakan indikasi awal perbaikan daya beli masyarakat pada daerah tersebut. Jika perbaikan ekonomi berlanjut maka tentunya akan diikuti dengan potensi peningkatan penjualan rumah dan ruko.



Oleh:

Winang Budoyo
Chief Economist bank BTN

 

Artikel Terkait

Lihat Semua

Artikel Terpopuler

Lihat Semua