Housing-Estate.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menerbitkan Permen No. 29 Tahun 2016 tentang tata cara pemberian, pelepasan, atau pengalihan hak atas pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia. Aturan ini merupakan penegasan kalau orang asing bisa membeli properti di Indonesia dengan status hak pakai dengan jangka waktu hingga 80 tahun, bisa dijaminkan dan diwariskan.
Dengan aturan ini pemerintah ingin mendukung sektor perekonomian khususnya di sektor properti agar dengan dibolehkannya asing membeli properti di sini sektor properti nasional bisa kembali menggeliat. Hanya saja dari sisi perbankan masih ada keraguan untuk pembiayaan maaupun menerima properti yang dibeli orang asing ini sebagai jaminan.
Menurut Direktur Departemen Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Yti Kurniati, pada prinsipnya BI maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak membuat aturan yang menghambat pendanaan properti asing. Namun di sisi lain, ia juga bisa memahami keengganan perbankan untuk menyalurkan pembiayaannya.
“Adanya orang asing yang membeli di sini memang bisa meningkatkan penerimaan fiskal selain membuat transaksinya juga lebih jelas tidak akal-akalan seperti selama ini yang banyak terjadi. Tapi masih ada keengganan dari pihak perbankan terkait status hak untuk orang asing karena menyangsikan nanti proses peralihannya kalau ada lelang agunan properti yang dimiliki orang asing ini,” ujarnya kepada housing-estate.com di Jakarta, Senin (21/11).
Bank, terang Yati, merupakan institusi bisnis yang menerapkan aturan maupun pengawasan yang sangat ketat. Bank butuh jaminan nanti bagaimana proses transfer pelepasan hak bila orang asing tersebut wan prestasi terhadap propertinya. Hal ini mengikat perbankan terkait sistem kehati-hatian yang diterapkan oleh BI maupun OJK.
Kendati sudah dinyatakan status hak pakai sama dengan hak guna bangunan (HGB), perbankan langsung berpikir bagaimana nanti kalau propertinya ini default. Di sisi lain aturan yang ada juga tidak mencantumkan hal teknis seperti perincian aturan pelaksana dari setiap butir transaksi yang terkait dengan perbankan.
Yati juga menyarankan, harus ada kontrol dari pemerintah untuk kasus seperti orang asing ini default dalam hal pembayaran cicilan. Ketika orang asing ingin menjual propertinya kepada orang lokal, ditakutkan menjadi kurang yakin karena status haknya yang bisa membuat nilai propertinya jatuh.
“Secara prinsip dari sisi perbankan ikut mendukung dibolehkannya asing membeli properti di sini, tapi proses-proses teknisnya harus bisa dijamin oleh pemerintah. Ini untuk membuat transaksi bisnisnya juga bisa lebih lancar dan ada jaminan landasan hukumnya,” pungkasnya.
Sumber : housing-estate.com