Spinner Icon

Kebijakan Moneter Januari 2022 - Bank Indonesia Kembali Mempertahankan Suku Bunga Acuan

Author Image
Nabila Azmi
Makro Update · 13 April 2022

Bank Indonesia kembali memutuskan untuk tetap mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25% pada Rapat Dewan Gubernur yang berlangsung tanggal 19-20 Januari 2022. Bank Indonesia telah mempertahankan suku bunga acuan pada level 3,50% sejak bulan Februari 2021.  

 

Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Januari ini diadakan ditengah tekanan yang dihadapi oleh Bank Sentral AS (the Fed) untuk menaikkan suku bunga acuannya lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Dalam FOMC Meeting bulan November 2021, dotplot hasil meeting menunjukkan perkiraan kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR) akan dimulai di kuartal 3 2022 dan sampai akhir 2023 kemungkinan the Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 125bps atau paling tidak ada 5 kali kenaikan.

Namun inflasi di AS terus meningkat dan mencapai 7,0% yoy di Desember 2021 seiring dengan terus turunnya angka pengangguran. Inflasi ini merupakan level tertinggi sejak tahun 1982 atau dalam 39 tahun terakhir. Melihat perkembangan inflasi ini, tampaknya the Fed sudah siap untuk menaikkan FFR lebih cepat dan lebih tinggi dari perkiraan awal. Jika awalnya diperkirakan hanya 2 atau 3 kali kenaikan pada tahun ini, saat ini banyak yang memperkirakan kenaikannya bisa 4 atau 5 kali pada tahun ini jika inflasi memang tetap terus meningkat. Dengan terus menurunkan balance sheet-nya dan rencana kenaikan suku bunga acuan, artinya the Fed akan menjalankan Quantitative Tightening (QT). Gubernur BI Perry Warjiyo bahkan memperkirakan FFR akan naik 4 kali di tahun 2022 yang akan dimulai di bulan Maret.

 

Grafik 1. Pergerakan suku bunga acuan BI dan the Fed Januari 2000 – 2022


Sumber: BI, Bloomberg

Menghadapi kondisi ini, ternyata dalam RDG bulan Januari 2022 BI belum mengindikasikan akan menaikkan suku bunga acuan (BI7DRRR) dalam waktu dekat. BI mengatakan bahwa kebijakan moneter tahun 2022 masih akan diarahkan untuk menjaga stabilitas yaitu stabilitas nilai tukar dan juga normalisasi kebijakan likuiditas.

Normalisasi likuiditas dilakukan dengan menaikkan secara bertahap Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah. Kebijakan yang bertahap ini dilakukan untuk dapat memastikan kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN. Tahap kenaikan GWM dapat dilihat pada tabel 1 di bawah.

                                              

Tabel 1. Rencana Kenaikan GWM Bank Konvensional maupun Syariah


Sumber: BI

                              

Grafik 2 di bawah menunjukkan pergerakan GWM Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah sejak tahun 2019. Penurunan bertahap sudah dilakukan sejak tahun 2019 dengan penurunan sebesar 100bps yaitu dari 6,5% menjadi 5,5%. Selanjutnya dalam menghadapi pandemi Covid-19 BI kembali menurunkan GWM menjadi 3,5% pada bulan Mei 2020. Rencana kenaikan GWM secara bertahap di tahun 2022 ini pada dasarnya akan mengembalikan posisi GWM ke level sebelum pandemi.

 

 

Grafik 2. Perubahan Giro Wajib Minimum


Sumber: BI

 

Selain itu BI juga melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif sepanjang tahun 2022 sebagai upaya menjaga pemulihan ekonomi nasional melalui peningkatan kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha. Kebijakan itu meliputi kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudential (RPIM), melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif (seperti countercyclical capital buffer 0% dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) di kisaran 84-94%), serta juga memberikan insentif bagi bank yang menyalurkan kredit pada sektor prioritas dan pembiayaan inklusif serta bank yang memenuhi target RPIM dalam bentuk pengurangan kewajiban GWM harian sampai 100bps yang mulai berlaku 1 Maret 2022.

 

 

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Bank Indonesia memperkirakan pemulihan ekonomi global pada tahun 2022 masih terus berlanjut, dan diperkirakan mencapai 4,4% pada tahun 2022. Kondisi ini dipengaruhi antara lain oleh meningkatnya aktivitas manufaktur, keyakinan konsumen, dan penjualan ritel, serta percepatan normalisasi kebijakan moneter di beberapa bank sentral dengan di tengah meningkatnya kasus Covid-19 varian Omicron.  

Bank Indonesia memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak empat kali di tahun 2022, yang akan dimulai pada bulan Maret. Menghadapi kemungkinan bank sentral global akan melakukan Quantitative Tightening yang lebih cepat dari perkiraan semula, pada RDG bulan Januari 2022 BI masih menempatkan kebijakan suku bunga sebagai senjata terakhir dan memilih menggunakan kebijakan lain yang akan dipakai untuk menjaga kestabilan likuiditas.

Inflasi domestik belum akan meningkat secara signifikan sehingga belum akan menjadi pendorong kenaikan suku bunga acuan BI. Karena itulah faktor pendorongnya kali ini bisa berasal dari nilai tukar Rupiah. Sehingga dengan memperhatikan perkembangan terkini dari kebijakan moneter the Fed dan juga dampaknya terhadap Rupiah, maka kenaikan suku bunga acuan BI dapat terjadi pada kuartal II tahun 2022. Arah pergerakan suku bunga acuan the Fed dan BI dalam dua tahun ke depan mungkin saja akan mengikuti kenaikan yang terjadi pada tahun 2018 seperti yang terlihat pada grafik 1 di atas.

 

 

Artikel Terkait

Lihat Semua

Artikel Terpopuler

Lihat Semua