Spinner Icon

Kebijakan Moneter Maret 2022 - Bank Indonesia Mempertahankan Suku Bunga Acuan, di Tengah Kenaikan Suku Bunga Acuan the Fed

Author Image
Nabila Azmi
Makro Update · 13 April 2022


 

Dalam FOMC Meeting bulan Maret 2022, The Fed mulai menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps menjadi kisaran 0,25%-0,50%, sementara Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan sebesar 3,50% yang sudah berlaku sejak Februari 2021.

 

 

The Federal Reserves (The Fed) memulai kebijakan yang pro stability

 

Seperti sudah diperkirakan sebelumnya, dalam Federal Open Market Committee (FOMC) Meeting tanggal 16-17 Maret 2022, Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserves/The Fed) mulai menaikkan suku bunga acuannya (Fed Fund Rate/FFR) sebesar 25bps atau menjadi rentang 0,25%-0,50%. Artinya ini menjadi kenaikan yang pertama sejak The Fed mempertahankan suku bunga acuannya pada level tersebut sejak bulan Februari 2020 (lihat grafik 1). The Fed terakhir kali menaikkan suku bunga acuan pada bulan Desember 2018 setelah selama 3 tahun menaikkannya sebanyak 225bps sejak Desember 2015.

 

Grafik 1. Pergerakan suku bunga acuan The Fed sejak tahun 2000


Sumber: Bloomberg

 

Keputusan ini diambil di tengah melonjaknya harga yang meningkatkan inflasi dalam negeri dan risiko yang disebabkan serangan Rusia ke Ukraina. Pada Februari 2022, Inflasi di Amerika Serikat tercatat sebesar 7,9% yoy atau merupakan yang tertinggi selama 40 tahun terakhir. Inflasi di AS dipicu oleh melonjaknya harga bahan bakar minyak (BBM), makanan dan juga sektor perumahan/properti.

 

Grafik 2. Inflasi AS bergerak jauh di atas target 2% yoy


Sumber: Bloomberg


Kenaikan inflasi AS saat ini berasal dari kombinasi rantai pasok yang hancur, kurangnya jumlah tenaga kerja yang dibarengi oleh tingginya permintaan (demand) dari masyarakat. Inflasi di AS akan terus meningkat pada Semester I 2022 seiring masih panasnya kondisi eksternal di Rusia dan Ukraina.

 

Pada FOMC Meeting bulan Maret ini the Fed kembali mengeluarkan proyeksi indikator ekonomi AS tahun 2022-2024 seperti terlihat pada tabel 1 di bawah. Proyeksi anggota FOMC yang berjumlah 11 orang menunjukkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah yaitu dari 4,0% yoy sebelumnya menjadi hanya 2,8% yoy untuk tahun 2022, dengan pengangguran yang tetap, tetapi inflasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan proyeksinya pada FOMC Meeting bulan Desember lalu, yaitu dari 2,6% yoy menjadi 4,3% yoy. Inflasi diperkirakan akan melunak kembali di tahun 2023 dan 2024.

 

Proyeksi kenaikan FFR juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan proyeksinya di bulan Desember. Berdasarkan proyeksi pada tabel 1, maka sampai akhir 2022 paling tidak the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 7 kali atau sebesar 175bps sampai ke level 1,75%-2,00%. Yang akan diikuti dengan 3 atau 4 kali kenaikan lagi di tahun 2023 atau akan mencapai level 2,50%-3,00% sampai akhir tahun 2023 yang akan bertahan sampai tahun 2024. Jadi sampai dengan akhir 2023 akan ada 10-11 kali kenaikan, dan ini berbeda sekali dengan proyeksi yang dibuat pada Desember 2021 dimana diperkirakan akan ada 3 kali kenaikan di 2022, 3 kali di 2023, dan 1 kali di 2024 atau total ada 7 kali kenaikan sampai akhir 2024. Atau dengan kata lain pada Desember lalu anggota the Fed memproyeksikan bahwa suku bunga acuan akan mencapai 2,00% di akhir 2024.

 

Tabel 1. Proyeksi Indikator Ekonomi AS oleh anggota the Fed (17 Maret 2022)


Sumber: The Fed

 

 

Bank Indonesia masih bertahan pada kebijakan yang pro growth

 

Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Maret 2022, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.  BI terus menekankan bahwa keputusannya konsisten di tengah inflasi yang relatif rendah, upaya berkelanjutan untuk menjaga stabilitas nilai tukar di tengah meningkatnya tekanan eksternal, dan di saat yang sama memberikan dukungan terhadap proses pemilihan ekonomi nasional untuk kembali ke tingkat pertumbuhan sebelum terjadinya pandemi. Pada RDG kali ini, BI belum mengindikasikan akan menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat walaupun The Fed mulai menaikkan Fed Fund Rate (FFR) sebesar 25 bps pada Maret 2022.

 

Pada RDG bulan Maret ini, Bank Indonesia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global sejalan dengan meningkatnya tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina dari semula 4,4% yoy menjadi 3,8% yoy atau turun sebesar 0,6%. Proyeksi ini masih berpotensi berubah-ubah, tergantung pada berapa lama konflik antara kedua negara tersebut akan usai. Ketegangan tersebut berdampak pada pemberian sanksi berbagai negara terhadap Rusia, sehingga berdampak pada transaksi perdagangan, pergerakan harga komoditas, dan pasar keuangan global.

 

Sementara itu, BI masih optimis kinerja ekonomi Indonesi masih tetap kuat, di tengah ketidakpastian global, terutama tensi geopolitik Rusia dan Ukraina. Bank Indonesia tetap memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2022 masih berada pada kisaran 4,7%-5,5%. Hal ini didukung oleh melandainya penyebaran Covid-19 varian Omicron, ditopang oleh konsumsi rumah tangga, investasi non bangunan, serta tetap bertumbuhnya konsumsi Pemerintah.

 

Grafik 3. Pergerakan suku bunga acuan BI sejak tahun 2000


Sumber: Bloomberg

 

Normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah tahap I yang dimulai 1 Maret 2022 menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp55 triliun secara neto. Penyerapan likuiditas tersebut tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN. Pada Februari 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat tinggi mencapai 32,72% dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 11,11% yoy. Sementara penyaluran kredit perbankan tumbuh sebesar 6,33% yoy pada Februari 2022, seiring berlanjutnya pemulihan aktivitas ekonomi baik korporasi maupun rumah tangga.       

 

Selain itu, Bank Indonesia juga melanjutkan bauran kebijakan makroprudensial akomodatif sepanjang tahun 2022 sebagai upaya menjaga pemulihan ekonomi nasional. Kebijakan itu meliputi kebijakan penguatan nilai tukar Rupiah, melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga kredit (SBDK), memastikan kecukupan dan distribusi uang menyambut Hari raya Idul Fitri 2022, mendorong kesiapan Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), serta memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya.

 

Grafik 4. Pergerakan suku bunga acuan BI dan The Fed, Inflasi Indonesia dan Rupiah


Sumber: BI, BPS, Bloomberg


Grafik 5. Arah Kebijakan BI 2022


Sumber: BI

 

 

IMPLIKASI KEBIJAKAN

 

Bank Indonesia memperkirakan pemulihan ekonomi global pada tahun 2022 masih terus berlanjut, dan namun lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yaitu sebesar 3,8% pada tahun 2022. Kondisi ini dipengaruhi antara lain oleh tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang berdampak pada harga komoditas, rantai pasok, serta ketidakpastian pasar keuangan global.

 

Di samping itu, BI memperkirakan The Fed secara total akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 7 kali hingga akhir tahun 2022, artinya lebih banyak dari perkiraan BI sebelumnya yang sebanyak 5 kali pada tahun ini.

 

Pada grafik 5 terlihat bahwa BI berusaha menjaga keseimbangan antara kebijakan yang pro stability dengan yang pro growth. Dengan inflasi domestik yang belum akan meningkat secara signifikan dan rupiah yang relatif masih stabil tampaknya BI masih akan lebih condong pada kebijakan yang pro growth, sehingga akan menempatkan kebijakan suku bunga sebagai senjata terakhir dan memilih menggunakan kebijakan lain yang akan dipakai untuk menjaga kestabilan likuiditas.

 

Sehingga kami memandang BI masih mempunyai ruang untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level 3,5% di sepanjang semester I 2022. Kenaikan suku bunga acuan bisa dilakukan pertama kali di awal semester II 2022 dengan besaran yang bisa mencapai 100bps sampai dengan akhir 2022. Intinya, era suku bunga yang rendah dan juga likuiditas yang melimpah akan segera berakhir.

 

 

Artikel Terkait

Lihat Semua

Artikel Terpopuler

Lihat Semua