JAKARTA, KompasProperti - Tak sekadar jumlah target Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah, pemerintah juga mengoreksi anggaran yang disalurkan melalui kredit pemilikan rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun 2017.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mempertimbangkan kesanggupan pengembang dalam memasok kebutuhan rumah sebelum merevisi target dari 345.000 unit menjadi 279.000 unit.
Ketua Umum Pengembang Indonesia (PI) Barkah Hidayah menilai, revisi target pembangunan Sejuta Rumah merupakan hal yang wajar. Sebaliknya, hal tersebut harus menjadi pemacu bagi pengembang untuk dapat mencapai target.
"Sebaiknya developer membuktikan bahwa bisa memasok lebih dari itu. Sehingga kalau dianggarkan tidak mubazir," kata Barkah kepada KompasProperti, Selasa (1/7/2017).
Barkah pun menampik anggapan bahwa pengembang selama ini dipersulit dalam mengurus perizinan pembangunan kawasan perumahan di daerah.
Pasalnya, tidak sedikit pemerintah daerah (pemda) yang patuh pada regulasi yang telah dikeluarkan pemerintah pusat.
"Terutama yang di luar Pulau Jawa ini, karena mereka masih perlu," ujarnya.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XIII. Isinya menghapus atau mengurangi berbagai perizinan dan rekomendasi yang diperlukan untuk membangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Bila sebelumnya diperlukan 33 izin dan tahapan, dengan adanya PKE itu dipangkas menjadi 11 izin dan rekomendasi.
Deregulasi ini juga berdampak pada waktu pembangunan MBR yang selama ini rata-rata mencapai 769-981 hari, dipercepat menjadi 44 hari.
Barkah berharap Kementerian PUPR dapat lebih mengawasi pemda dalam mengimplementasikan kebijakan pusat tersebut.
"Kami minta supaya itu diberikan lebih pemahaman kepada pemda terkait keberpihakan terhadap masyarakat kecil ini," kata dia.
Sumber : properti.kompas.com